Metode Penelitian Komunikasi Analisis Wacana
Wacana (discourse)
mengandung pengertian yang berbeda-beda dalam bidang ilmu yang berbeda. Wacana
(discourse), dalam level konseptual makro dipandang sebagai domain umum segala
pernyataan baik berupa ujaran lisan atau teks tulis yang memiliki makna dan
memiliki efek dalam dunia nyata. Wikipedia mendefinisikan wacana sebagai
perdebatan atau komunikasi tulis atau lisan ( diakses 10 Oktober 2011).
Secara umum, wacana dipandang sebagai hal perbincangan yang terjadi dalam masyarakat
tentang topik tertentu.
Dalam ranah
yang lebih ilmiah, Michael Stubbs menyatakan bahwa sesuatu disebut wacana jika
memiliki karakteristik (a) memberi perhatian terhadap penggunaan bahasa yang
lebih besar daripada kalimat atau ujaran, (b) memberi perhatian pada hubungan
antara masyarakat dan bahasa, (c) memberi perhatian terhadap perangkat
interaktif dialogis dari komunikasi sehari-hari (dalam Slembrouck, 2006: 1-5).
Dalam ranah
linguistik, wacana dipahami sebagai unit kebahasaan yang lebih besar daripada
kata atau kalimat yang dapat melibatkan satu atau lebih orang. Dari ranah
linguistik ini, maka Crystal dan Cook mendefinisikan unit bahasa yang lebih
besar daripada kalimat berupa satuan bahasa yang runtut (koheren) dan memiliki
tujuan dan konteks tertentu (dalam Nunan, 1993: 5). Sementara itu, Lubis
mendefinisikan wacana sebagai kumpulan pernyataan-pernyataan yang ditulis atau
diucapkan atau dikomunikasikan.
Sejalan dengan pandangan ahli-ahli di atas,
Tarigan (1993:25) menyatakan wacana adalah satuan bahasa; terlengkap, terbesar,
dan tertinggi; diatas kalimat/ klausa; teratur; berkesinambuangan baik lisan
dan tulisan dan mempunyai awal dan akhir yang nyata.
Ini berarti
wacana dapat diartikan sebagai objek atau ide yang diperbincangkan kepada
publik secara terbuka baik secara lisan maupun tulis.
Dalam kaitan
ini wacana merupakan unit bahasa. Wacana merupakan rekaman kebahasaan yang utuh
mengenai peristiwa komunikasi, baik lisan maupun tulisan. Wacana dapat
dikatakan sebagai rentetan kalimat yang saling berkaitan (menghubungkan
proposisi yang satu dengan yang lainnya) dan membentuk satu kesatuan makna.
Purwo (1993: 4) mengartikan wacana sebagai peristiwa wicara, yaitu apa yang
terjadi antara pembicara dengan penerima. Sedangkan Schiffrin (1994 : 18)
mengartikan wacana sebagai bahasa yang memiliki sistem tertentu yang digunakan
sesuai dengan konteks (Dalam Arifin).
Uraian di
atas mengimplikasikan bahwa tidak semua urutan-urutan kata dalam bahasa dapat
dianggap sebagai wacana. Ada kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi.
Kriteria itulah digunakan untuk menentukan sekelompok kalimat dapat disebut sebagai
wacana atau tidak. Wacana sebagai satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau
terbesar di atas kalimat dan klausa yang memenuhi syarat kekohesifan dan
kekoherensian, berkesinambuangan serta mempunyai awal maupun akhir yang jelas
baik yang disampaikan secara lisan maupun tulisan.
Meskipun cara
pandang terhadap suatu wacana berbeda-beda, bahasa masih menjadi objek kajian.
Mengkaji suatu wacana pada dasar adalah menganalisispenggunaan bahasa yang
terdapat di dalamnya. Dalam hal ini, penggunaan bahasa yang dimaksud tidak
hanya aspek kebahasaan saja, tetapi juga mencakup aspek penyusunan pesan,
penalaran logis, dan adanya fakta-fakta yang dapat meyakinkan sebagai
argumentasinya. Dengan kata lain, pada prinsipnya wacana merupakan perpaduan
dari empat jenis struktur, yaitu struktur gagasan, proses pikiran pembicara,
pilihan bahasa pembicara dan situasi. Dari cara pandang tersebut kemudian
munculah analisis wacana (Brown dan Yule,1983: 26). Sesuai dengan
pandangan tersebut dapat dikatakan bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu
bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis unit bahasa yang lebih besar dari
kalimat. Apabila mengacu pada pengertian dan prinsip analisis tersebut, maka
pembahasan wacana mencakup masalah struktur gagasan wacana, struktur paparan dan
struktur bahasa dalam wacana (Kartomiharjo,1992: 1), dalam Arifin).
Berkembangnya
studi wacana atau analisis wacana dalam ranah linguistik merupakan bentuk
ketidakpuasan paradigma linguistik formal struktural yang cenderung memandang
bahasa sebagai sistem yang terdiri atas unit mikro seperti imbuhan, frasa,
kata, klausa, kalimat yang kurang peduli terhadap penggunaan bahasa (Language
Use). Padahal makna sering tidak bisa dipahami secara komprehensif dalam kata,
klausa, ataupun kalimat yang terpisah dari konteksnya. Makna sering harus
dilihat dalam unit yang lebih besar dan luas seperti percakapan dan harus
mempertimbangkan konteks.
Dalam
melakukan analisis wacana memerlukan metode kerja. Ada sejumlah metode yang
bisa diterapkan, bahkan sudah diterapkan oleh para ahli wacana. Dalam
buku Metode Analisis Teks dan Wacana dipaparkan ada 12 metode
analisis wacana (Titscer, Stefan, dkk, penerjemah Gasali, dkk, 2009). Kedua
belas metode itu adalah (1) Metode Analisis Isi, (2) Grounded Theory, (3)
Metode Etnografi, (4) Metode MCD Etnometodologis, (5) Metode Analisis
Percakapan Etnometodologis, (6) Metode Semiotik Naratif, (7) Metode SYMLOG, (8)
Metode CDA, (9) Metode Pragmatik Fungsional, (10) Metode Teori Pembedaan,
dan (11) Metode Hermeneutik Objektif, dan (12) Metode Friming.
Komentar
Posting Komentar